LAPORAN
PRAKTIKUM
KULIAH KERJA
LAPANGAN
BOTANI
TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH
DI PANTAI
KONDANG MERAK MALANG SELATAN
Dosen
Pengampu :
Ainun
Nikmati Laily, M.Si
Drs.
Sulisetjono, M.Si
Disusun Oleh
:
Moch Faizul
Huda (13620010)
Leni
Setiawati (13620015)
Titi Nur
Kusmafuri (13620017)
Izzatu
Septina Harin (13620019)
Moh Nukman
(13620028)
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ke Hadirat
Allah SWT yang melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Pantai Kondang
Merak yang menjadi salah satu tugas mata
kuliah Botani Tumbuhan Tidak Berpembuluh. Shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW.
Selanjutnya, kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan
motivasi khususnya kepada:
1.
Ibu Dr. Evika Sandi Savitri, MP. selaku
Ketua Jurusan Biologi yang telah memotivasi, membantu dan memberikan penulis
arahan yang baik dan benar dalam menyelesaikan penulisan laporan penelitian
ini.
2.
Ibu Ainun Nikmati laily, M.Si. dan Bapak Drs.
Sulisetjono, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan waktu luang, arahan dan kontribusi dalam penyelesaian laporan Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) di Pantai Kondang Merak.
3.
Semua pihak yang telah membantu penulis
hingga terselesaikanya laporan penelitian ini, Semoga Allah SWT memberikan
balasan yang setimpal atas jasa dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih
jauh dari sempurna, kritik dan saran sangat dibutuhkan demi penyempurnaan
laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini. Semoga laporan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu pengetahuan.
15,
Oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Alga adalah mikroorganisme utama yang berperan dalam
HRAP. Alga juga merupakan protista bertalus, karena belum mempunyai akar,
batang dan daun secara jelas. Alga juga memiliki pigmen dan klorofil. Tubuhnya
terdiri atas satu sel (uniseluler) dan ada pula yang banyak sel (multiseluler).
Alga bersifat autotrof (dapat menyusun makanannya sendiri). Hampir semua
ganggang bersifat eukaryotik. Alga memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya
adalah memiliki pigmen fotosintesis seperti klorofil atau karotenoid, bahan dinding
sel terdiri dari polisakarida, lipid dan bahan protein, aspek struktur selnya
sendiri tidak memiliki membran yang memisahkan nukleus.
Klasifikasi alga didasarkan pada beberapa hal, yakni
pigmen, produk makanan cadangan, flagella, dinding sel, siklus hidup dan
reproduksinya. Alga terbagi dalam 10 phylum utama, yaitu Chlorophyta, Euglenophyta,
Chrysophyta, Pyrrophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta,
Bacillaryophyta, Xanthophyta, Chrypthophyta dan Dinophyta
(Bellinger dan Sigee, 2010).
Habitat hidup alga umumnya di air laut, sabagian di
air tawar dan tempat-tempat yang lembab. Berdasarkan habitat yang ditempatinya
diperairan, dibedakan atas:
·
Ganggang Subbaerial yaitu ganggang yang hidup
didaerah permukaan,
·
Ganggang Intertidal, yaitu ganggan secara
periodic muncul kepermukaan karena pasang surut,
·
Ganggang Subritorsal, yaitu ganggang yang berada
dibawah permukaan air.
·
Ganggang Edafik, yaitu ganggang yang hidup
diddalam tanah pada dasar perairan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan alga
dibedakan menjadi dua, yaitu faktor fisik (cahaya, temperatur air,
kekeruhan/kecerahan, pergerakan air) dan faktor kimia (oksigen terlarut, ph,
salinitas, nutrisi). Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi habitat kehidupan
alga.
Allah
berfirman dalam Q.S Asy-Syu'araa' ayat 7
artinya “Dan apakah mereka tidak
memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu perbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”,
ayat tersebut memerintahkan
kita untuk melakukan penelitian tentang tanaman-tanaman yang sebagian besar
belum teridentifikasi, termasuk alga (ganggang) berikut habitatnya.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana habitat kehidupan makroalga divisi Chlorophyta, Rhodophyta,
dan Phaeophyta di pantai Kondang Merak Malang.
1.3
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui habitat
kehidupan makroalga divisi Chlorophyta, Rhodophyta, dan Phaeophyta
di pantai Kondang Merak Malang.
1.4
Manfaat
Adapun manfaat dari KKL (Kuliah Kerja
Lapangan) ini adalah Agar mahasiswa dapat mengetahui keanekaragaman dan
habitat sumber daya hayati khusunya alga sehingga dapat menjaga kelestarian dan
keimbangan perairan di Pantai Kondang Merak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Habitat Kondang Merak
Pantai Kondang Merak terletak di Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang.Masih banyak orang bahkan masyarakat Malang yang tidak
mengetahui keberadaan Pantai yang terletak di bagian selatan Kabupaten Malang
ini. Kurang lebih 63,5 km dan dengan jarak tempuh sekitar 2,5 jam dari Kota
Malang. Terletak diantara 8°23’ 50,56” Lintang Selatan dan 112° 31’ 06,89”
Bujur Timur. Topografi kawasan Pantai Kondang Merak terdiri dari dataran
luasnya diperkirakan 1.125 Ha dan perbukitan atau pegunungan luasnya
diperkirakan 1.526 Ha.Pantai Kondang Merak mempunyai pantai yang relatif
terlindung, selain itu terdapat adanya muara sungai (estuari) yang memiliki
organisme yang beraneka ragam yang meliputi terumbu karang, lamun, dan
mangrove.Faktor-faktor Oceanografi yang mempengaruhi perairan Pantai Kondang
Merak meliputi suhu, arus, salinitas, pH dan kecerahan (Prasetyo, 2009).
Kondisi ekologi daerah pasang surut Pantai Kondang Merak yaitu suhu air
rata-rata 26,5o C, pH air rata-rata 5,6, sedangkan subtrat berupa pasir,
lumpur, batu-batuan, termasuk karang dan sebagian besar adalah batu karang
(Saptasari, 2008).
Menurut Hayati (2009) Pantai kondang Merak merupakan pantai yang relatif
tertutup dari masyarakat luar, terdiri atas sejumlah penduduk yang kehidupan
sehari-harinya sangat bergantung pada sumber daya alam di pantai.Sebagian besar
masyarakat membudidayakan makroalga sebagai sumber penghasilan.
Algae termasuk golongan tumbuhan berklorofil dengan jaringan tubuh yang
secara relatif tidak berdiferensiasi, tidak membentuk akar batang dan daun.
Tubuh Algae atau ganggang secara keseluruhan disebut dengan talus
ganggang dan golongan Thallopyta yang lain dianggap sebagai bentuk tumbuhan
rendah yaitu tumbuhan yang mempunyai hubugan kekeluargaan yang sangat erat
dengan organisme lain yang paling primitif dan mulai muncul pertama di bumi
sifat tumbuhan rendah yang memiliki stuktur yang kompleks, diperkirakan
terdapat sekitar 30.0000 spesies ganggang yang tumbuh di bumi, kebanyakan
diantaranya hidup dilaut, species yang hidup diair tawar kelihatannya
mempunyai arah perkembangan yang lebih leluasa, jika dibandingkan dengan bentuk
yang hidup didarat (Tjitrosoepomo, 1983).
Menurut Luning
(1990) dalam Jelantik (2003), alga makroskopis memiliki ciri-ciri umum sebagai
berikut:
1. Tubuhnya tersusun dari banyak sel
2. Struktur tubuhnya berupa thallus yaitu suatu
struktur yang belum dapat dibedakan dengan jelas antara akar, batang, dan daun.
3. Di dalam sel-sel tubuhnya terdapat pigmen
penyerap cahaya yang berupa kloroplas atau kromatofor
4. Bersifat autotrof yang dapat menghasilkan zat
organik dan oksigen melalui proses fotosintesis
5. Dapat berkembang biak secara seksual dan
aseksual
Menurut Ciremai
(2008), bahwa
sampai permulaan abad 20 telah dikenal 4 kelas Algae, yaitu Chlorophyceae,
Phaeophyceae, Rhodophyceae dan Myxophyceae (Cyanophyceae). Ahli Protozoologi
menempatkan semua organisme bersel tunggal yang berkhlorofil, berflagella seta
motil dalam kelas Mastigophora dari filum Protozoa. Para pakar botani
mengeluarkan anggota-anggota tertentu dari deret (seri) Volvocin. Rabenhorst
menempatkan seri Chlamydomonas-Volvox dalam ganggang hijau rumput dan diberi
nama Chlorophyllaceae. Xanthophyceae (Heterokontae) dipisahkan dari
Chlorophyceae pada permulaan abad 20 dan Fagellatae tertentu yang berpigmen
dimasukkan dalam kelas Xanthophyceae. Berbagai macam kelompok yang semula oleh
pakar Protozoologi dimasukkan dalam Mastigophora secara filogegenetik
berhubungan dengan organisme yang bersifat Algae sejati. Semua tumbuhan yang
tingkat perkembangannya lebih tinggi daripada Thallophyta pada umumnya
mempunyai warna yang benar-benar hijau, karena mempunyai sel-sel dengan platida
yang mengandung klorofil-a dan -b. kebanyakan hidup di darat dan sel-selnya
telah mempunyai dinding yang terdiri atas selulosa.
2.1.1 Chlorophyta
Menurut
Nontji (1981), Chlorophyceae merupakan kelompok terbesar dari
vegetasi Algae. Perbedaan dengan divisi lainnya karena memiliki warna
hijau
yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen
klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibangkan karotin dan xantofil.
Hasil
asimilasi dari beberapa amilum, penyusunnya sama seperti pada tumbuhan tingkattinggi yaitu amilose dan amilopektin. Algae berperan sebagai produsen dalam ekosistem. Berbagai
jenis Algae yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya bersel satu
dan
dapat bergerak aktif merupakan penyusun fitoplankton. Sebagian besar
fitoplankton adalah anggota Algae hijau, pigmen klorofil yang demikian
efektif
melakukan fotosintesis sehingga Algae hijau merupakan produsen utama
dalam
ekosistem perairan.
Algae hijau sebagian besar hidup di air tawar, beberapa di antaranya di air
laut dan air payau.Algae hijau yang hidup di laut tumbuh di sepanjang perairan
yang dangkal.Pada umumnya melekat pada batuan dan seringkali
muncul apabila air menjadi surut.Sebagian yang hidup di air
laut merupakan mikro Algae seperti Ordo
Ulotrichales dan Ordo Siphonales.Jenis yang hidup di air tawar
biasanya bersifat kosmopolit, terutama yang hidup di tempat yang cahayanya
cukup seperti kolam, danau, genangan air hujan, dan pada air mengalir (air
sungai, selokan).Algae hijau ditemukan pula pada lingkungan semi akuatik yaitu
pada batu-batuan, tanah lembab, dan kulit batang pohon yang lembab (Taylor,
1960).
2.1.2 Rhodophyta
Alga ada beberapa jenis yang kesemuanya masuk dalam divisi.Salah satunya
adalah divisi Rhodophyta.Divisi ini dari segi klasifikasi taksonominya hanya
terdiri dari satu kelas saja yaitu kelas Rhodophyceae. Divisi Rhodophyta
memiliki ciri-ciri antara lain selnya mempunyai dinding yang terdiri dari
selulose dan agar atau karagen. Rhodophyceae tidak pernah menghasilkan sel-sel
berflagela.Memiliki sejumlah pigmen klorofil yang terdiri dari klorofil a dan
d. Memiliki Fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin yang sering
disebut pigmen aksesoris.terdapatkaroten yaitu pigmen-pigmen yang terdapat
dalam kloroplas. Cadangan makanan berupa tepung flaridea dan terdapat diluar
kloroplas.Memiliki talus (Gupfa, 1981).
Hampir semuanya multiseluler, hanya 2 marga saja yang uniseluler.Talus yang
multiseluler berbentuk filamen silinder ataupun helaian.Pada dasarnya talus
yang multiseluler, terutama yang tinggi tingkatannya terdiri dari
filamen-filamen yang bercabang-cabang dan letaknya sedemikian rupa hingga
membentuk talus yang pseudoparenkhimatik.Talus umumnya melekat pada substrat
dengan perantaraan alat pelekat. Pada Rhodophyta yang tinggi tingkatannya ada 2
tipe talus: monoaksial dan multiaksial. Reproduksi pada perkembangbiakan pada
divisi Rhodophyta umunya sama dengan jenis divisi lainnya dari alga (Hook,
1998)
Reproduksi dapat dilakukan secara vegetatif dengan fragmentasi. Rhodopyceae
membentuk bermacam-macam spora, karpospora (spora seksual), sporta, netral,
monospora. Tetraspora, bispora, dan polispora (Sabbhitah, 1999)
Habitat Rhodophyta menurut (Sulisetjono, 2009), hidup di lingkungan air
tawar. Distribusi luas di seluruh dunia, sebagian besar tumbuh pada batu-batuan
karang, beberapa jenis juga epifit pada tumbuhan air kelompok tumbuhan tinggi
(Angiosperm) atau pada Rhodophyceae yang lain.
2.1.3 Phaeophyta
Pada umumnya
Phaeophyceae memiliki tingkat labih tinggi secara morfologi dan anatomi
diferensiasinya dibandingkan keseluruhan alga.Tidak ada bentuk yang berupa sel
tunggal atau koloni (filamen tidak bercabang).Susunan tubuh yang paling
sederhana adalah filamen heterotrikus.Struktur talus yang paling kompleks dapat
dijumpai pada alga pirang yang tergolong kelompok (Nereocystis, Makrocystis,
Sargassum).Pada alga terdapat diferensiasi eksternal yang dapat dibandingkan
dengan tumbuhan berpembuluh. Talus pada alga ini mempunyai pelekat menyerupai
akar., dan dari alat pelekat ini tumbuh bagian yang tegak dengan bentuk
sederhana atau bercabang seperti pohon dengan cabang yang menyerupai daun
dengan gelembung udara.Walaupun ganggang coklat ini mempunyai organisasi
badaniyah yang lebih kompleks daripada ganggang lain, tetapi tumbuhan ini bukan
merupakan tumbuhan yang telah berhasil berkolonisasi pada lahan kering. Alasan
kesimpulan ini ialah bahwa kombinasi pigmen-pigmen fotosintesis, sifat cadangan
karbohidratnya dan pembentukan flagel pada tahap-tahap perkembangbiakannya
berbeda dengan yang dijumpai pada kelompok tumbuhan darat manapun.(Loveless,
1989).
Dalam Dewi
(2006), karakteristik pada Phaeophyta sebagai berikut.
a. Pigmentasi
Alga coklat
mempunyai klorofil a dan c, alfa dan beta karoten dan beberapa flavosantin dan
leutin.Xantofil (fukosantin dan violaksantin) dalam jumlah banyak sehingga
menyebabkan warna coklat sampai hijau kecoklatan.Pigmen terletak dalam plastid
dengan tilakoid.
b.
Cadangan makanan
Berupa
laminarin, manitol, dan lemak.Pada beberapa jenis mengandung algin dan asam
alginate sebagai komponen penyusun dinding selnya.
c.
Motilitas
Alga coklat
tidak ada yang uniseluler. Sel-sel reproduktif baik zoospora maupun gamet yang
mempunuyai flagella yang umumnya terdapat pada bagian lateral yang tidak sama
panjang. Flagel pada bagian anterior yang lebih panjang memiliki tipe tinsel dan
pada bagian yang posterior lebih pendek memiliki tipe whiplash.
d. Dinding sel
Dinding sel
menghasilkan asam alginat, banyak terdapat pada tipe-tipe yang disebut “kelp”
dan “fukoid”.Asam alginate memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.Biasanya digunakan
sebagai stabilizer produk-produk komersial lainnya seperti produk “rumput laut”
yang dapat dimakan.
Reproduksi
dapat dilakukan secara vegetatif, sporik, dan gametik.Reproduksi vegetatif
umumya dilakukan dengan fragmentasi talus.Semua anggota dari Phaeophyceae
kecuali anggota dari bangsa fucales melakukan reproduksi secara sporik dengan
zoospora atau aplanospora yang masing-masing tidak berdinding.Zoospora dibentuk
dalam sporangium bersel tunggal (unilokular) atau bersel banyak
(Plurilokular).Perkembangan dari sporangia yang unilokular dimulai dengan
membesarnya sel terminal dari cabang yang pendek.Pada sporangia terdapat inti
tunggal yang mengalami pembelahan meiosis diikuti dengan pembelahan
mitosis.Ketika pembelahan inti berhenti, terjadilah celah yang membagi
protoplas menjadi protoplas berinti tunggal.Masing-masing protoplas mengalami
meteamorfose menjadi zoospora.Alat reproduksi yang plurilokular juga terbentuk
dari sel terminal dari cabangnya.Sel ini mengadakan pembelahan tranversal
berulang-ulang sehingga terbentuk sederetan sel yang terdiri dari 6-12 sel.
Pembelahan sel secara vertikal dimulai dari sel yang letaknya di tengah
(Sulisetjono, 2009).
Reproduksi
gametik dilakukan secara isogami, anisogami, dan oogami.Gamet biasanya dibentuk
dalam gametamia yang prolikuler atau yang unilokuler pada gametofit.Zigot yang
terbentuk tidak mengalami masa istirahat dan langsung membentuk sporofit
setelah lepas dari gametofit.Pada beberapa bangsa seperti laminariales
reproduksinya secara oogami.Anteredium bersifat prolikuler misalnya pada Dictyota
dan unilokuler pada Laminaria. Pada phaeophyceae terdapat tiga tipe daur
hidup (Sulisetjono, 2009):
1.
Tipe isomorfik, fase sporofit dan ganetofit
morfologinya identik
2.
Tipe heteroorfik, sporofit dan gametofit
morfologinya berbeda
3.
Tipe diplontik
2.2 Faktor
eksternal kehidupan makroalga di Kondang Merak
2.2.1 pH
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai
keberadaan ion hidrogen. Variasi pH pada dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga
antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan
nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya
antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara
umum kisaran pH yang optimum pada kulturNannochloropsis sp. antara 7 – 10 (Anonim, 2008).
2.2.2 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu
kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan
respirasi fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur
fitoplnkton berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa
bergantung pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan
kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan
kematian.Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi.
Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan
air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara
(Taw, 1990).
2.2.3 Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses
fotosintesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas
cahaya sangat menentukan pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama
penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya
berperan penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi
yang disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan
kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang
dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga minimal
dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga dapat
tumbuh dengan konstan dan normal (Coutteau,1996).
2.2.4 Kecepatan Angin
Angin merupakan salah satu factor abiotik yang mempengaruhi jumlah
dan penyebaran keanekaragaman hayati suatu makhluk hidup. Kecepatan angin
adalah suatu yang harus diperhatikan ketika melakukan pengamatan ataupun
observasi, hal ini didasarkan bahwa angin memberikan tngkat integritas daerah
sebaran alga di daerah tersebut. Ketika kecepatan angin dalam daerah tersebut
sesuai maka keanekaragaman hayati khusunya alga akan lebih banayak (Anonim,
2008)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian
tentang “Habitat kehidupan makroalga divisi Chlorophyta, Rhodophyta,
dan Phaeophyta” ini dilakukan
pada hari sabtu-minggu, pada tanggal 11-12 oktober 2014 di pantai Kondang Merak
Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Meteran 1 buah
2. Thermometer 1 buah
3. Luxmeter 1 buah
4. Anemometer 1 buah
5. PH meter 1 buah
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Kamera 1 buah
2. Pensil 1 buah
3. Kertas HVS 2 lembar
4. Buku literatur 2 buah
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditentukan plot sebagai tempat penelitian makroalga
3. Diukur luas plot yang dibuat sebagai tempat penelitian makroalga dengan meteran.
4. Diukur suhu tempat penelitian dengan menggunakan termometer.
5. Diukur intensitas cahaya tempat penelitian dengan menggunakan luxmeter.
6. Diukur kecepatan angin tempat penelitian dengan menggunakan anemometer.
7. Diukur PH tempat penelitian dengan menggunakan PH meter.
8. Diamati spesies makroalga dari divisi Chlorophyta, Rhodophyta, dan Phaeophyta yang ditemukan.
9. Didokumentasikan gambar-gambar hasil pengamatan.
10. Dicatat semua data hasil pengamatan untuk dibuat laporan sementara.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Pengamatan
No
|
Identifikasi
|
Pengamatan 1 / Sore
|
Pengamatan 2 / Pagi
|
1.
|
Daerah territorial (Luas)
|
± 159 m x 44 m
|
± 100 m x 55 m
|
2.
|
Intensitas Cahaya
|
16.36 WIB = 151 lux
|
07.40 WIB = 140 lux
|
3.
|
Kecepatan Angin
|
1,6 m/s
|
1,7 m/s
|
4.
|
Suhu Lingkungan
|
31 C
|
29 C
|
5.
|
Suhu Air
|
25 C
|
23 C
|
6.
|
pH
|
6
|
6
|
4.2
Pembahasan
4.2.1 Lokasi
Penemuan Alga
Kondang Merak dipilih sebagai lokasi dalam pengamatan ini karena tingkat
keragaman dan habitat dari makroalga yang ada didalamnya diyakini masih baik
dalam segi ekosistem daratan maupun ekosistem perairannya. Menurut Saptasari (2010),
Pantai Kondang Merak merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan makroalga
sebab perairannya yang masuk daerah pasang surut sampai daerah subtidal,
subtratnya berupa batu karang, pasir serta intensitas cahaya yang cukup.
Habitat yang sesuai dan ideal, merupakan faktor-faktor penting yang harus
dimiliki tiap daerah yang keragaman makroalga didalamnya masih tergolong cukup
beragam. Pengamatan pertama dilakukan sore hari menjelang senja dan pengamatan
kedua dilakukan pada pagi hari, yaitu ketika air laut mulai surut.
Topografi kawasan Pantai Kondang Merak terdiri dari dataran
luasnya diperkirakan 1.125 Ha dan perbukitan atau pegunungan luasnya
diperkirakan 1.526 Ha. Pantai Kondang Merak mempunyai pantai yang relatif
terlindung, selain itu terdapat adanya muara sungai (estuari) yang memiliki
organisme yang beraneka ragam yang meliputi terumbu karang, lamun, dan
mangrove. Faktor-faktor Oceanografi yang mempengaruhi perairan Pantai Kondang
Merak meliputi suhu, arus, salinitas, pH dan kecerahan. (Khasanah et al, 2013).
4.2.1.1 Chlorophyta
Alga Hijau (Chlorophita) banyak ditemukan di daerah air tawar ataupun air
laut. Alga Hijau, terutama berhabitat air laut dapat ditemukan di daerah
bersubstrat karang atau pasir. Habitatnya adalah di laut dan menempel pada batu
karang yang terletak diperairan pantai. Kira-kira 0-10 meter dari tepi pantai.
Pengamatan kali ini pengamatan habitat alga jenis Chlorophyta dilakukan di
daerah pesisir pantai kondang merak malang selatan. Alga Hijau yang berhasil
ditemukan pada oengamatan ini adalah Ulva lactuca, dll
(Gb. 1
Chlorophyta)
4.2.1.2 Rhodophyta
Alga merah hidup di luat dalam,
terutama di laut beriklim panas. Anggota kelompok alga merah dapat ditemukan di
daerah pantai hingga kedalaman 100 meter (Aziz, 2008).
Alga merah biasa menempel pada alga lain atau
pada batu. Ada juga yang hidup bebas mengapung dipermukaan air. Alga merah
biasa ditemukan di air cukup dalam, lebih dalam dibanding tempat tumbuh
kelompok alga lainnya. Fikobilin, pigmen pada alga merah, dapat mengumpulkan
cahaya hijau dan biru yang masuk ke air yang dalam. Dengan begit alga merah
dapat berada di lokasi perairan yang lebih dalam dibanding alga lainnya
(Estiati B, Hidayat. 1995).
Spesies divisi rhodophyta yang ditemukan dipantai
kondang merak diantaranya adalah Gracilaria sp, dll
(Gb.2
Rhodophyta)
4.2.1.3 Phaeophyta
Alga coklat umumnya hidup di
lingkungan laut. Hanya beberapa jenis Phaeophyta yang saja yang hidup di air tawar. Banyak alga coklat
memiliki struktur berisi udara yang membuat mereka dapat melayang di air
(Pitriana, 2008). Phaeophyta hidup melekat pada dasar perairan (melalui semacam
akar), sedangkan bagian tubuh lainnya mengapung di air, dan melekat pada batu
karang.
Spesies divisi phaeophyta yang ditemukan
dipantai kondang merak diantaranya adalah Padina sp, dll
(Gb. 3 Phaeophyta)
4.2.2 Faktor
yang Mempengaruhi Sebaran
Parameter lingkungan sangat mendukung terhadap pertumbuhan suatu
ekosistem pertumbuhan alga, parameter lingkungan ini mencakup suhu, kecepatan
angin, intensitas cahaya, ph, suhu air, suhu lingkungan dan daerah territorial
sebaran alga.
pertumbuhan Alga sangat bergantung dengan keadaan lingkungan
apabila parameter lingkungan tersebut bagus maka sebuah ekosistem tersebut akan
berkembang sangat baik dan begitu sebaliknya. Beberapa peneliti melaporkan
adanya pengaruh nyata perubahan parameter lingkungan terhadap sebuah ekosistem,
antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan
kelangsungan hidup terhadap ekosistem tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami dapatkan bahwasanya pada
pengamatan pertama diperoleh hasil sebagai berikut
·
Daerah
territorial (Luas)
Hasil
pengamatan yang kami dapatkan bahwa pada pengamatan pertama mendapatkan hasil
Daerah territorial (Luas) ± 159 m2, sedangkan pada pengamatan kedua mendapatkan
hasil Daerah territorial (Luas) ± 100 m2, sehingga total daerah yang kami amati
adalah ± 259 m2.
(Gb. 4 Saat
Perhitunagn) (Gb.
5 daerah pengamatan)
·
Intensitas
Cahaya
Hasil
pengamatan yang kami dapatkan bahwa pengamatan pertama mendapatkan hasil
Intensitas Cahaya pada pukul 16.36 WIB sebesar 151 lux, sedangkan pengamatan
kedua Intensitas Cahaya pada pukul 07.40
WIB yang didapatkan adalah sebesar 140 lux.
(Gb. 6
perhitungan lux meter)
·
Kecepatan Angin
Hasil
pengamatan yang kami dapatkan bahawa pada pengamatan pertama Kecepatan Angin di
pantai kondang merak adalah sebesar 1,6 m/s, dan pada pengamatan kedua Kecepatan Angin yang didapatkan adalah sebesar
1,7 m/s.
(Gb. 4
Penghitungan kecepatan angin)
·
Suhu Lingkungan
dan Suhu Air
Hasil
pengamatan yang kami dapatkan bahwa pada pengamatan pertama Suhu Lingkungan 31
C dan Suhu Air 25 C, sedangkan pada pengamatan kedua Suhu Lingkungan sebesar 29
C dan Suhu Air 23 C.
(Gb. 5
Pengukuran suhu)
·
PH
Hasil pengamatan yang kami dapatkan
bahwa pada pengamatan pertama mendapatkan hasil Ph sebesar 6 dan pada
pengamatan kedua mendapatkan hasil ph sebesar 6.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan pada
penelitian/observasi ini adalah Habitat alga Cholorophyta yaitu di perairan kira-kira
0-10 meter dari tepi pantai di daerah bersubstrat karang atau pasir. Kemudian Habitat alga Rhodophyta yaitu di daerah pantai hingga kedalaman 100 meter,
biasanya menempel pada alga lain atau batu, dan ada juga yang mengapung. Dan Habitat alga Phaeophyta yaitu hidup melekat pada dasar perairan (melalui semacam akar), sedangkan bagian
tubuh lainnya mengapung di air, dan melekat pada batu karang.
5.2
Saran
Saran yang
dapat disampaikan pada penelitian ini adalah diharapkan kepada masing-masing individu/praktikan untuk melakukan persiapan-persiapan sebelum melakukan
observasi dan identifikasi. Agar mendapat wawasan baru yang lebih luas
dan hasil yang dilakukan dalam pengamatan bisa lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Faktor-faktor distribusi
alga. Kanisius. Yogyakarta
Ciremai. 2008. Biologi Laut. Jakarta: PT. Gramedia.
Cotteau. 1996. Trends in ecology and evolution. Doctor
disertation, University of Rostock
Dawson, E.Y. 1966. Marine Botany: An Introduction. New York: Holt,
Rinehart and Winston Inc.
Dewi, Puspita.
2006. Keanekaragaman Alga Makroskopis pada Zone Litoral di Beberapa Pantai Kecamatan
Buleleng, Kabupaten Buleleng. Tidak diterbitkan
Gupfa, J.S. 1981. Text Book of Algae.Oxford & IBH Publishing.Co.
New Delhi.
Hayati, A danInsan, M, 2009. Keanekaragaman Makroalga di Pantai Kondang Merak
Kabupaten Malang. Makalah Seminar Nasional Biologi XX dan Konggres PBI XIV
di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang. 24-25/III 2009.
Hook, C. Van den. 1998. Algae An Introduction to Phycology.
Cambridge. University Press. London.
JelantikSwasta,
Ida Bagus. 2003. Tinjauan Singkat Tentang Aspek Biologi dan Ekologi Rumput Laut.
Makalah Seminar. Tidak diterbitkan.
Kennish,
Michael J. 2001.Practical Handbook of Marine Science. London: CRC Press
Lunning, Klaus.
1990. Seaweeds: Their Environment, Biogeography, and Ecophysiology.
Canada: John Wiley and Sons, Inc.
Nontji, A. 1981.Biologi Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Plezar, Michael, J. 1989.Dasar-DasarMikrobiolgi. Jakarta: UI. Press.
Prasetyo, L. 2009. Studi Tentang Keanekaragaman Karang Jenis Hermatipik
(Hermatypic Coral) Di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur.
Skripsi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya. Malang
Sabbithah, S. 1999. Taksonomi Tumbuhan 1 (ALGAE). Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM.
Saptasari, Murni. 2010. Variasi Ciri Morfologi Dan Potensi Makroalga Jenis
Caulerpa Di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. El Hayah. Vol.1 No.2
Sulisetjono. 2009. Bahan Serahan Alga. Malang : UIN Press.
Taylor. 1960. Biologi. Bandung : Ganeca Exact.
Taw Nyan, DR. 1990 . Petunjuk Pemeliharaan
Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United
Nations Development Progrramme Food and agriculture organization of the Unite
Nations. US. 34 hal (diterjemahkanoleh : Budiono M & Indah W)
Tjitrosoepomo, Gembong. 1983. Taksonomi Tumbuhan
Obat-obatan. Yogyakarta: UGM Press.
EmoticonEmoticon